Tuesday, September 6, 2011

Terang Sejati

By: Yonky Karman Ph.D

Ini kisah tentang terang menurut Yohanes. Terang sejati yang menerangi semua manusia telah datang ke dunia yang dijadikan melalui-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang ke negeri sendiri, tetapi orang tidak menerima-Nya. Padahal, dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.

Mengapa orang mengabaikan sumber hidupnya sendiri? Hidupnya dikuasai kegelapan. Gelap sendiri tidak berasal dari rahim kekekalan. Namun, kegelapan adalah suatu entitas. Sungguh-sungguh ada. Gelap bukan hanya ketiadaan terang. Ia membentuk kerajaan. Kerajaan kegelapan. Terang bercahaya dalam gelap. Terang dan gelap ada bersama. Namun, gelap tidak menguasai terang sejati dan terang juga tidak dibiarkan menguasai hati yang gelap.

Menurut Matius, ketika Herodes Agung mendengar dari para majus ada seorang raja Yahudi lain yang baru lahir di wilayah kekuasaannya, ia merasa penasaran. Sebagai raja yang haus kekuasaan, Herodes tak segan-segan membunuh anggota keluarganya sendiri yang dianggapnya sebagai pesaing. Pokoknya, tidak boleh ada raja lain di tanah Yudea. Berita kelahiran raja orang Yahudi bukan kabar baik bagi Herodes. Maka, ia memberi instruksi agar seluruh bayi dan anak laki-laki di bawah dua tahun dibunuh.

Kelahiran Yesus memberi efek, tetapi respons orang tidak sama. Bagi para majus, terang itu menarik jiwa raga mereka. Mereka rela menempuh perjalanan berbulan-bulan dan dengan susah payah mencari bayi itu. Bagi Herodes, bayi itu justru sebuah ancaman baru. Herodes yang notabene orang sendiri malah ingin melenyapkan Yesus. Natal sering dirayakan. Pertanyaannya bukan apakah kita merasa asing atau tidak dengan perayaan itu, tetapi apakah kita dapat datang kepada-Nya dengan rendah hati. Apakah kehadiran-Nya menjadikan kita insan yang lebih baik?

Natal bisa dirayakan tanpa Yesus. Ada kota di negeri Barat yang mengganti Natal dengan Perayaan Hari Pohon, agar hari itu dirayakan oleh semua warga termasuk yang tidak Kristiani. Namun, sejatinya Natal tanpa Kristus bukan Natal. Sayang, fokus Natal sering pada masalah pohon atau perayaannya. Berjam-jam orang rapat untuk mempersiapkan pesta Natal agar meriah. Sama sekali tak sebanding dengan waktu untuk berdoa khusyuk memohon agar terang itu bercahaya dalam kegelapan. Akibatnya, Natal kehilangan fokus. Yesus tidak dibiarkan datang untuk berurusan dengan dosa-dosa kita. Karena itu, orang tetap tidak berubah usai perayaan. Orang licik tetap licik. Orang serakah tetap serakah. Pembohong tetap berbohong, Yang berselingkuh tetap berselingkuh. Penghasut tetap menghasut. Orang sombong tetap sombong. Orang yang suka membenarkan diri tetap dengan kebiasaan itu. Yang jahat tetap jahat.

Terang itu sudah datang dalam bentuk solidaritas ilahi yang tertinggi. Solidaritas, sebuah kata yang realitasnya harus lebih disengajakan. Kemampuan untuk menghayati kebersamaan melemah bersama menguatnya primordialisme. Padahal, kita sedang mengalami resesi ekonomi global. Produksi menurun. Harga kebutuhan pokok mahal, meski daya beli masyarakat lemah. Perusahaan merumahkan pekerjanya. Pengangguran meningkat. Peperangan melawan kuasa dan penguasa kegelapan yang bekerja melalui kemiskinan, rawan pangan, pengangguran, dan pertikaian. Orang mudah gelap mata. Tidak hanya dengan orang yang dianggap pihak musuh, tetapi juga dengan anggota keluarga sendiri. Kita harus melalui masa-masa sulit ini dengan baik. Kuncinya tetap. Solidaritas. Bahu-membahu menghadapi krisis.

Kita rindu terang itu bercahaya, bercahaya sedemikian kuatnya sehingga gelap terusir sama sekali. Kita berdoa kepada-Nya dan dijawab, “Kamulah terang dunia. Terangmu harus bersinar di hadapan orang, supaya mereka melihat perbuatan-perbuatanmu yang baik, lalu memuji Bapamu di surga.” Memang terang kita tidak seperti terang Yesus. Mungkin hanya lilin-lilin kecil, mungkin juga hanya taram. Yang jelas terang tidak takut gelap. Gelaplah yang takut terang. Jangan biarkan gelap menguasai terang. Jangan padamkan terang yang redup. Bersinarlah terus hingga terang sejati mengusir semua kegelapan.
(Yonky Karman Ph.D)

0 comments:

Post a Comment