Monday, September 12, 2011

Tempat yang Aman

By: Pdt. Vetri Kumaseh, S.Th

Indonesia dinyatakan sebagai daerah rawan bencana. Kondisi ini tampak jelas melalui berbagai fenomena alam yang melanda negeri kita. Gempa bumi, banjir bandang, hingga aksi teror menjadi langganan tetap. Kondisi ini makin memperjelas bahwa tidak ada satu tempat pun yang aman untuk ditinggali. Bumi sudah tua, makin tak layak huni.

Akan tetapi, Alkitab menjanjikan masih ada tempat yang aman bagi anak-anak Tuhan. Tempat itu menentramkan hati. Tempat yang meneduhkan jiwa yang gundah gulana. Bagaimanakah orang percaya meraih tempat yang aman tersebut?

Hiduplah dalam Hadirat Allah
Sesungguhnya, tempat yang aman bagi orang beriman adalah dalam hadirat Allah. Pemazmur mengalami hal itu. “Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.” (Mzm. 91:1-2).

Segala sesuatu keluar dari keintiman. Jika seseorang intim dengan Tuhan ia pasti merindukan hadirat Tuhan. Sebaliknya, bila seseorang tidak intim dengan Tuhan dua kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama adalah merasa lebih pintar dari Tuhan. Akibat sikap seperti ini adalah mengajari Tuhan. Lebih parah lagi menuntun Tuhan untuk melakukan yang diingini manusia. Kemungkinan kedua, bila seseorang tidak dekat dengan Tuhan, ia akan lebih galak dari Tuhan.

Keintiman dengan Tuhan adalah hal yang sangat penting dalam hidup orang beriman. Kenyataan hidup sehari-hari menunjukkan ada pula orang Kristen yang sering berlaku cengeng. Maunya dimengerti terus, namun tidak pernah mau mengerti Tuhan. Maunya dipahami terus, sebaliknya tidak pernah bersedia memahami Tuhan. Maaf kata, dapat dikatakan sebagai orang Kristen yang masih bersifat kanak-kanak. Pertanyaannya mengapa terjadi demikian? Salah satu alasan mendasar adalah kurangnya keintiman dengan Tuhan. Kurang sungguh-sungguh hidup di hadirat Allah. Pernyataan ini tidak bermaksud menghakimi. Namun, firman Tuhanlah yang mengatakan hal itu.

Pemazmur terus terang menegaskan dengan kepak-Nya, Ia akan menudungi orang-orang yang berlindung pada-Nya. Kesetiaan-Nya adalah perisai dan pagar tembok (ay. 4).

Percaya Saja
Percaya kepada Tuhan adalah modal untuk nyaman dalam menapaki hidup ini. Fakta menunjukkan hidup ini makin sukar. Kesulitan dalam segala lini melanda dunia. Masalah krisis ekonomi global, keamanan, bahkan pemanasan global menjadi ancaman serius. Sebagai orang beriman, kita tidak perlu kaget dengan semua itu. Alkitab telah memprediksinya jauh-jauh hari.

Dalam perjanjian Baru, Yesus mengubah pemahaman Maria dan Marta. Yesus sengaja menunda datang mengunjungi Maria dan Marta. Kedua wanita itu telah berusaha mengirimkan kabar kepada Yesus, namun Yesus seakan-akan tidak menghiraukan. Mengapa demikian? Pasti Yesus punya tujuan. Yesus melatih agar mereka tetap percaya walaupun secara fisik Yesus tidak bersama mereka. Yesus berkata, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?” (Yoh. 11:40).

Iman Kristen memang unik. Salah satu keunikannya adalah memercayai sesuatu yang tidak kasat mata. Secara akal, orang memercayai sesuatu berdasarkan bukti-bukti yang ada. Maka segala hal yang tidak dapat dibuktikan sukar dipercayai. Namun iman Kristen prinsipnya berbeda. Percayai dahulu baru lihat bukti. Bukan sebaliknya!

Dalam kesulitan hidup yang terparah sekalipun, Tuhan setia menopang mereka yang mengandalkan Dia. Pemazmur mengatakan, “Sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu (Mzm. 91:11). Secara pribadi Allah memerintahkan malaikat untuk menjaga umat pilihan-Nya. Berarti, di luar Tuhan tidak ada tempat yang aman.

*) Penulis adalah Gembala Sidang Gereja Bethel Indonesia (GBI) Semanggi Jakarta. Diadaptasi oleh Manati I. Zega dari khotbah di C.V. ANDI Offset Yogyakarta.

Sumber: Majalah Bahana, Desember 2009

0 comments:

Post a Comment