Monday, September 12, 2011

Menjadi Pribadi Berharga dan Bermutu di Mata Allah

By: Pdt. David Henky Benaya

Bagi penduduk Yerikho nama Zakheus begitu populer. Kepopulerannya bukan pada sesuatu yang baik melainkan sebaliknya. Bahkan bukan hanya buruk tetapi kejam dan jahat. Dia berprofesi sebagai pemungut cukai.

Tugasnya memungut pajak dari orang-orang Israel. Waktu itu bangsa pilihan ini tengah mengalami penjajahan dari bangsa Romawi. Sebagai orang jajahan mereka harus menanggung beban berat. Diperlakukan semena-mena. Harta dan hasil usaha dikenakan pajak.

Dalam situasi demikian orang-orang yang berprofesi sebagai pemungut pajak atau cukai kerap memeras rakyat. Melebihi pajak yang dikenakan Romawi. Mereka memanfaatkan profesinya untuk memperkaya diri sendiri. Menumpuk harta di rumahnya. Hidup senang di atas penderitaan orang lain. Sejatinya mereka adalah orang sebangsanya.

Akan tetapi, sesuatu mengubahnya. Ia kini membagi-bagikan hartanya kepada orang banyak. Orang-orang yang ia peras hartanya dikembalikan. Tidak cukup itu. Kurang lebih empat kali lipat dari harta yang diperasnya dikembalikan oleh Zakheus.

Kini ia menjadi buah bibir. Orang menyebut namanya dengan hormat dan kekaguman. Bukan karena kejahatannya lagi. Tapi karena kebaikannya. Pajak yang dipungutnya dihitungnya dengan benar. Ia juga memberi keringanan kepada orang yang sulit membayar pajak. Singkatnya, si jahat telah berubah.

Mengapa Zakheus Berubah?
Karena perjumpaannya dengan Yesus Kristus! Juruslamat itu menghampirinya. Sosok yang begitu populer menghampiri Zakheus. Ia yang menyembuhkan orang luka. Membangkitkan orang mati. Bisa membuat ahli Taurat dan orang Farisi terlihat ternganga. Dia juga yang meredakan angin ribut dan mengenyangkan ribuan orang, singgah di rumah Zakheus.

Sesuatu yang di luar perkiraan. Padahal tadinya, ketika Yesus lewat Yerikho, ia hanya ingin melihat saja. Ia hanya ingin tahu seperti apa Orang Nazaret itu? Begitu banyak orang berkerumun menyulitkan dirinya yang pendek. Padahal sedikit lagi Yesus bisa saja berlalu dari Yerikho. Saking rindunya, ia mendahului orang banyak dan menaiki pohon.

Akan tetapi, apa yang terjadi? Yesus yang lewat di bawah pohon yang dinaiki Zakheus menengadah dan menyapa dirinya. Yesus kenal dia. Yesus menyebut namanya. Yesus mau menumpang di rumahnya. (Luk 19:5). Sungguh tidak terbayangkan sebelumnya.

Kini sukacita ada pada Zakheus. Yesus singgah ke rumahnya. Rumah seorang pemungut cukai. Karena sukacita ia tidak peduli sungut-sungut orang banyak. Yang penting Yesus, Juruslamat itu ada di rumahnya.

Karena sukacita ia pun berdiri dan berkata: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” (Luk. 19:8)

Zakheus membuktikan bahwa kini harta tidak berarti apa–apa baginya. Kehadiran Yesus sudah lebih dari cukup. Dia telah memiliki Yesus di dalam hidupnya. Hidupnya kini berarti, berharga, bernilai, bermutu di hadapan Allah.

Perubahan yang terjadi pada Zakheus membawa perubahan besar di Kota Yerikho. Sukacitanya berimbas bagi banyak orang. Dan karena itu Allah menganugerahkan berkat yang berlimpah. Kata Yesus kepadanya; “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.” (Luk. 19:9)

Allah merespons Zakheus dengan luar biasa. Berkat dan kemurahan bukan hanya bagi Zakheus tapi pada orang di sekitarnya. Karena Zakheus, berkat Allah berlaku pada keluarganya, dan komunitasnya. Ia pun disebut sebagai representasi dari generasi Abraham. Tidak hanya itu, ia pun dimeterai mewakili figur Abraham. Bapa orang beriman.

Betapa berharga, bernilai, dan bermutunya Zakheus di mata Allah. Hal yang yang sama juga bisa berlaku untuk kita.

*) Penulis adalah Ketua Umum Gereja Gerakan Pentakosta (GGP), Gembala Sidang GGP Immanuel Bogor

Sumber: Majalah Bahana, Januari 2010

0 comments:

Post a Comment