Friday, September 9, 2011

MONUMEN

By: Dr. Xavier Quentin Pranata, MACE

Pada tanggal 11 September 2001, Stanley Praimnath, Vice President Fuji Bank, sedang berada di kantornya di Menara Selatan WTC ketika teleponnya berdering. “Apakah engkau sedang menyaksikan berita? Apakah engkau baik-baik saja?” tanya seorang wanita dari kantornya di Chicago. “Ya, aku baik-baik saja,” ujarnya sambil bertanya-tanya dalam hati.

Pada saat itulah dia menoleh keluar jendela, ke arah Patung Liberty, seperti kebiasaannya. Pemandangan aneh dari sebuah pesawat jet komersial yang sedang terbang rendah menuju ke menaranya mengganggu pandangannya. Dia menjatuhkan telepon di tengah percakapan dan merangkak ke lantai. Sambil meringkuk dia berdoa dengan sungguh-sungguh, “Tuhan, tolong aku.”

Di antara bau bahan bakar jet di udara, perlengkapan yang berserakan, reruntuhan memenuhi lantai, dan debu beterbangan, dia mulai mencari jalan keluar. “Tuhan, aku harus pulang ke keluargaku di rumah,” desahnya. “Aku harus menemui putriku.”

Tiba-tiba ada secercah cahaya dan suara dari kegelapan, “Aku ada di sini untuk menolongmu.” Dia berpikir, “Ini pasti malaikat pelindungku! Tuhan mengirimkan seseorang untuk menolongku!” Ternyata malaikat pelindung itu bernama Brian Clark, seorang Kristen yang tinggal 3 lantai di bawahnya. Keduanya secara ajaib berhasil keluar dengan selamat dari gedung tersebut.

Praimnath berkata, “Tuhan pasti memiliki tugas-tugas yang belum aku selesaikan. Aku mengambil pakaian compang-camping yang aku kenakan saat itu, menaruhnya di sebuah kotak, dan menuliskan PEMBEBASAN di semua sisinya. Aku beritahu istriku : jika rohaniku mulai dingin, aku ingin engkau membawa kotak ini kepadaku, membukanya, dan menunjukkan kembali dari apa Tuhan menyelamatkanku.”

Kisah yang tidak sengaja saya dapatkan dari internet ini mengingatkan saya pada cerita seorang pemuda miskin yang melamar pekerjaan di sebuah istana. Karena kerajinan dan ketekunannya, dia terus naik pangkat sampai menjadi bendahara kerajaan.

Promosi yang luar biasa ini membuat pegawai istana lain iri. Mereka pun berusaha mencari kesalahan untuk menjatuhkannya. Setiap kali ia ke ruang perbendaharaan raja yang penuh harta benda, mereka selalu membuntuti dan mengintipnya. Suatu kali, mereka melaporkan bahwa dia korupsi. “Dia selalu membawa bungkusan setiap kali masuk ke ruang harta, Paduka,” ujar mereka kepada Raja.

Berdasarkan laporan itu, raja menyuruh orang untuk menangkap basah si pemuda begitu ia keluar dari ruang perbendaharaan. Ternyata, bungkusan yang selalu dibawanya itu hanya berisi sepotong baju kumal yang lebih mirip gombal ketimbang pakaian. “Apa maksudnya semua ini? Mengapa engkau membawa pakaian kotor ini ke ruang perbendaharaanku?”

“Pakaian itu untuk mengingatkan saya, Paduka, bahwa dulu saya orang miskin, sehingga membuat saya tidak tergoda untuk mengambil barang-barang istana!” jawab pemuda itu.

Sikap seperti itulah yang senantiasa harus kita tanamkan dalam hati setiap kali kita merasa diri mulai sombong. Rasul Paulus sangat menyadari dirinya sehingga ia berkata, “Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu” (Ef. 3:8). Bahkan Rasul Paulus tidak berani membanggakan dirinya karena dia tahu asal-usulnya, “Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah” (1 Kor. 15:9).

Kita semua seperti Stanley Praimnath, yang diselamatkan dari kuburan pencakar langit World Trade Center; seperti pemuda miskin yang menjadi bendahara istana; maupun seperti Paulus sang penganiaya jemaat yang dipercaya menjadi pemberita Injil Kerajaan. Mari bersyukur dan mendirikan monumen bagi diri kita dengan tulisan di bawahnya : “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Pet. 2:9).

Sumber: Majalah Bahana, Oktober 2009

0 comments:

Post a Comment