Monday, September 12, 2011

Menyambut dan Meneruskan Sapaan Ilahi

By: Pdt. Wahyu Pramudya, M.Th

Bacaan Alkitab: Lukas 2:8-20
Natal adalah peringatan rutin tiap tahun, yang berpotensi menjadi rutinitas tanpa makna. Untuk menjaga agar peringatan dan perayaan ini senantiasa berbicara kepada hidup kita, maka kita harus kembali menghayati makna Natal. Berita tentang makna Natal kiranya menjadi pusat dalam setiap ibadah Natal, lebih daripada segala pernak-pernik acara dan aksesori.

Natal pada hakekatnya adalah sapaan Allah kepada manusia. Sapaan Allah yang menunjukkan betapa besar kasih-Nya kepada dunia ini, sehingga ia memberikan anak-Nya yang tunggal (Yoh 3: 16). Allah tidak menyapa dari kejauhan, tetapi firman itu menjadi daging dan berdiam di tengah-tengah manusia.

Apa arti dan relevansi sapaan Allah itu bagi kehidupan manusia ?

1. Melalui natal, Allah menunjukan perhatian-Nya kepada manusia yang tersisihkan (ay.8-14).
Pada malam Natal yang pertama, berita Natal pertama kali datang kepada para gembala. Lebih luar biasa lagi, berita itu disampaikan langsung oleh para malaikat. Gembala bukanlah pekerjaan yang terhormat pada waktu itu. Pekerjaan sebagai gembala menyebabkan mereka harus hidup mengembara di padang, terpisah secara sosial dengan orang lain. Bagi pemuka agama pun, gembala dipandang sebagai orang yang mengabaikan banyak tuntutan agama, karena tuntutan pekerjaan mereka. Jadi, gembala adalah kelompok manusia yang terpinggirkan dan tersisihkan dari sesamanya. Namun, justru kelompok inilah yang pertama-tama mendapatkan perhatian Allah. Inilah Natal: “sapaan bagi yang tersisihkan”.

Apakah Anda pernah mengalami rasanya ditolak dan disisihkan karena kelemahan dan keterbatasan Anda? Manusia bisa menolak dan menyisihkan Anda, tetapi inilah kabar sukacita Natal: Allah menyapa semua manusia, termasuk yang selama ini disisihkan dan ditolak.

Jika Allah adalah pribadi yang menyapa mereka yang disisihkan, maka apakah pelayanan kita juga menyapa mereka yang tersisihkan? Mereka yang ditolak orang lain dan bahkan dibuang karena kondisi fisik atau latar belakang sosial mereka yang buruk. Apakah kita menyapa mereka, sebagaimana Allah menyapa para gembala?

2. Melalui natal, Allah menaburkan benih kebahagiaan yang sejati di dalam hidup manusia (ay.20).
Setelah para gembala menemukan Yesus yang telah dilahirkan, ada sesuatu yang berubah di dalam diri mereka. Ayat 20 menegaskan bahwa para gembala tersebut memuji dan memuliakan Allah. Inilah perubahan yang terjadi ketika para gembala berjumpa dengan Yesus. Ada sukacita dan kebahagiaan yang bersemi di hati, sebagai respons terhadap kepedulian Allah bagi hidup mereka. Situasi hidup mereka tidak berubah. Kesulitan dan pergumulan tetap ada, tetapi kini mereka telah berjumpa dengan Sang Juruselamat. Inilah kebahagiaan hidup yang sejati : bukan karena perubahan situasi, tetapi karena Kristus di hati.

Manusia senantiasa merindukan kebahagiaan. Sebagian mencarinya melalui hiburan, dan yang lain mencoba menemukannya melalui kenikmatan. Sayangnya tidak ada hiburan atau kenikmatan yang tidak berakhir. Bahkan sebagian hiburan dan kenikmatan itu justru menimbulkan kehancuran hidup manusia.

Jika manusia senantiasa merindukan kebahagiaan, apakah di Natal ini kita bersedia berbagi benih kebahagiaan sejati itu kepada orang lain? Kebahagian karena memiliki Kristus di hati.

Pada Natal ini, mari kita sambut kembali sapaan Ilahi itu. Mari kita teruskan sapaan itu kepada setiap manusia. Selamat merayakan Natal.

Sumber: Majalah Bahana, Desember 2009

0 comments:

Post a Comment