Tuesday, September 6, 2011

Awas.. Salah Mengambil Keputusan

By: Xavier Quentin Pranata

Di Chicago ada seorang dokter bedah ternama bernama dr. Leon Winter. Suatu hari, rumah sakit mengabarinya bahwa ada seorang anak yang mengalami pendarahan serius. Karena merasa bahwa dirinya bisa menjadi juruselamat bagi anak itu, dr. Leon segera memacu mobilnya menuju rumah sakit. Namun, di sebuah persimpangan jalan, seorang pria lu¬suh membuka paksa pintu mobilnya dan menyuruhnya keluar. “Cepat keluar! Saya membutuhkan mobilmu!” teriak pria itu dengan kasar.

Dr. Leon segera mencari taksi yang baru datang 45 menit kemudian. Sesampainya di rumah sakit, perawat mengatakan bahwa anak itu sudah meninggal 30 menit yang lalu, hanya beberapa menit setelah ayahnya tiba.

“Di mana jenazah anak itu?” tanya dr. Leon dengan sedih.
“Di kapel. Ayahnya sedang meratapinya,” jawab perawat itu.

Dengan diliputi rasa bersalah, dr. Leon menuju kapel. Tampak di sana berbaring seorang anak yang sedang diratapi oleh ayahnya. Ketika tahu ada orang yang masuk, ayah anak itu menoleh. Begitu terkejutnya dr. Leon. Orang itulah yang tadi merampas mobilnya.

Kisah dramatis yang diceritakan oleh teman saya Herry itu memperingatkan kita betapa seriusnya keputusan yang salah. Meskipun begitu, betapa seringnya kita gegabah di dalam mengambil suatu keputusan. Seorang ibu yang memasukkan anak di sekolah yang tidak tepat membuatnya menyesal seumur hidupnya karena anaknya rusak terkena pergaulan yang buruk. Seorang direktur mengalami kerugian besar karena membuka cabang di sebuah kota tanpa mengadakan feasibility study lebih dulu. Seorang kepala personalia terkaget-kaget ketika karyawan yang dianggapnya tidak mampu dan dipecat dari kantornya ternyata sangat berprestasi justru di perusahaan pesaingnya. Seorang gadis hampir bunuh diri karena meninggalkan pacar lamanya dan memilih pacar barunya hanya karena faktor ekonomi.

Apa saja sih yang menyebabkan kita salah mengambil keputusan? Pertama, kurang edukasi. Minimnya pendidikan yang kita miliki membuat kita mengalami kesulitan saat diperhadapkan oleh situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat. Kedua, kurang informasi. “Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak” (Amsal 24:6). Karena itu, penting sekali bagi kita untuk mempunyai penasihat yang takut akan Tuhan. Ketiga, minimnya waktu untuk berpikir. Di saat terjepit, kita sering kehilangan akal sehingga mengambil keputusan hanya berdasarkan intuisi saja.

Bagaimana jika kita sudah terlanjur membuat keputusan yang salah? pertama, akui dengan jujur bahwa kita telah mengambil keputusan yang salah. Dokter tidak mau mengobati kita jika kita berkata bahwa kita baik-baik saja. Kedua, minta ampun kepada Tuhan dan minta maaf kepada siapa saja yang terkena dampak pengambilan keputusan yang salah. Kasus Lapindo di Porong, Sidoarjo bisa kita jadikan cermin. Ketiga, meminta Tuhan memulihkan apa yang telah terlanjur rusak. Seorang teman saya, seorang pengusaha papan atas di bidang metal industry, mengatakan bahwa dia pernah membuat keputusan yang salah saat mendirikan sebuah perusahaan baru. Namun, saat dia mengakui kesalahannya di hadapan Tuhan, keputusan yang salah itu bisa dipulihkan. Jika kita berserah kepada Tuhan, nasi yang telah menjadi bubur pun bisa kita ubah menjadi bubur ayam atau bubur ikan yang enak. Telur yang hancur berantakan pun di tangan Tuhan bisa menjadi omelet yang lezat.

Sumber: Majalah Bahana, Juli 2008

0 comments:

Post a Comment