Tuesday, September 6, 2011

KEKUATAN INTROSPEKSI DIRI

By: Jakoep Ezra, MBA, CBA

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, sehingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mzm. 90:12).

Hidup adalah Pembelajaran
Musa adalah abdi Allah. Musa juga merupakan seorang pemimpin besar. Meski ia orang Ibrani asli, separuh hidupnya berada di lingkungan istana Mesir. Ia dididik dengan hikmat Mesir sebagai seorang pangeran. Namun pada masanya, ia memilih untuk bersama-sama dengan kaumnya dan hidup sebagai gembala kambing domba.

Kehidupan Musa diwarnai dengan pembelajaran. Empat puluh tahun ia berada di istana Firaun dan empat puluh tahun di padang gurun tanah Midian. Ia belajar mengenal diri dan Allahnya sebelum diutus menjadi seorang pemimpin Israel.

Musa berkata bahwa umur manusia jika kuat hanya delapan puluh tahun saja. Kebanggaannya pun adalah kesukaran dan penderitaan. Namun, saat diutus menjadi pemimpin bangsa Israel, Musa telah berumur delapan puluh tahun.

Ia mengucapkan doa yang sangat terkenal; ajarlah kami menghitung hari-hari kami agar kami beroleh hati yang bijaksana. Musa menyadari bahwa pengalaman tanpa pembelajaran adalah sia-sia, dan pembelajaran tanpa pengalaman adalah hampa.

Mengapa Perlu Introspeksi
Sebuah kapal yang akan berlayar pasti membutuhkan petunjuk arah. Namun tak kalah pentingnya adalah selalu mengetahui posisi yang benar ketika di lautan lepas. Karena sedikit kekeliruan membuat kapal tersesat dan kehilangan arah.

Demikian halnya kehidupan kita. Secara berkala kita perlu evaluasi. Ada banyak peristiwa di mana kita harus belajar dan membiasakan introspeksi diri. Bercermin untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan pribadi, agar dapat mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi.

Introspeksi diri sangat diperlukan karena :
- Proses tidak selalu berjalan konstan.
- Pengalaman yang serupa tidak selalu memberi hasil yang sama.
- Selalu ada keterbatasan dan perbedaan sudut pandang.
- Tiap masalah memiliki titik kritis tersendiri.

Bagaimana membangun sikap introspeksi diri?
1. Memahami kelemahan pribadi
Introspeksi diri diawali dengan sikap rendah hati. Menyadari bahwa kita tidak luput dari kekeliruan atau kesalahan. Orang yang sombong tidak mau melakukan evaluasi diri karena selalu merasa benar. Akibatnya tidak ada pertumbuhan pribadi, karena hanya bersikap menyalahkan orang lain, situasi atau bahkan Tuhan.

Memahami titik kritis berarti memiliki sikap waspada dan antisipasi. Kemampuan untuk menjaga diri dan mewaspadai situasi sebelum terjadi hal-hal yang fatal.

2. Agenda introspeksi
Kapan dan apa saja dalam diri kita yang perlu dievaluasi?
Pertama, sebelum melakukan sesuatu. Ada pepatah mengatakan bahwa orang yang mau membangun menara pasti akan memperhitungkan anggaran biayanya. Introspeksi dalam hal langkah awal yang harus dilakukan, bagaimana rencana dan kesanggupan atau sumber-sumber yang kita miliki.

Kedua, ketika sedang melakukan sesuatu. Introspeksi diperlukan untuk mencegah agar tidak terlanjur lebih jauh lagi jika ternyata ada kekeliruan. Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah metode dan cara, asumsi dan pandangan, pengetahuan dan keahlian yang digunakan. Proses antisipasi titik kritis dan langkah-langkah perbaikan jika diperlukan.

Ketiga, setelah melakukan sesuatu. Pengalaman selalu merupakan guru yang terbaik. Introspeksi diri berguna untuk tindakan perbaikan atau recovery jika terjadi kekeliruan. Atau menjadi pembelajaran agar kelak kita tidak mengulang kesalahan yang sama.

3. Proses menuju pribadi yang lebih baik
Introspeksi diri bukan berarti bersikap menghakimi atau menyalahkan diri sendiri. Tetapi bentuk kebesaran hati untuk memperbaiki dan mengembangkan diri sendiri. Orang yang sulit melakukan introspeksi diri cenderung bersikap kekanak-kanakan. Karena kedewasaan dan kematangan pribadi lahir dari keterbukaan untuk mengevaluasi dan mengembangkan diri sendiri.

Sumber: Majalah Bahana, Juli 2008

0 comments:

Post a Comment