Tuesday, September 6, 2011

Enyahkan Karakter Yudas

By: Pdt. Manuel Raintung

Kesadaran yang sungguh, akan melahirkan penyesalan yang sungguh.

Kini, Tuhan senang dan bangga akan murid-murid-Nya yang menunjukan pertobatan. Sang Guru sangat mengetahui siapa murid-murid-Nya. Dia mengangkat mereka dari manusia biasa menjadi manusia yang luar biasa. ereka yang sebelumnya tidak mengerti apa makna hidup, telah dijadikan-Nya sebagai pemberi hidup. Karena itu, Dia tahu siapa di antara murid-Nya yang akan berkhianat.

Ketika perjamuan terakhir, Dia mengajarkan untuk membangun ketulusan hidup dengan mengajarkan prinsip pelayanan yang saling mengakui dan menerima, yaitu mengasihi dan mengampuni. Dia juga juga mengajarkan kejujuran dalam melakukan apa yang dikehendaki Bapa. Yesus memperingatkan Yudas, murid yang akan menyangkal dan menyerahkan diri-Nya kepada maut. Yudas memang selalu bersama Yesus sebagai murid. Tetapi ia mengikuti tanpa ketulusan dan kejujuran. Ia turut serta melayani, namun tidak menghendaki Yesus memiliki pelayanan itu. Karena itu, ia menjadi seorang yang memanfaatkan pelayanan untuk kepentingan hidupnya. Ia tidak menyadari bahwa Yesus pun pemilik hidup. Sang Guru, mengajari bahwa Dia akan hidup meskipun Dia akan mengalami kematian. Dia memberitakan kematian-Nya karena Dia ingin mengungkapkan bahwa Dia tidak dikuasai kematian.

Inilah makna hidup yang ditunjukkan Yesus kepada murid-murid-Nya—kepastian memiliki masa depan. Masa depan tidaklah ditentukan oleh kekuasaan seseorang atau kedudukan bahkan kekayaan. Yudas menjadi contoh. Ia merelakan Tuhannya ditaklukkan oleh kekuasaan dan kedudukan serta uang. Ia memiliki keyakinan bahwa dengan menyerahkan Yesus, ia akan mendapatkan hidup semaunya. Ternyata ini tidak menjadi kenyataan. Yesus tidak dapat ditaklukkan oleh keinginan manusia. Menjadi seorang murid Yesus, yang selalu bersama dan mengakui Yesus, bukanlah sekadar suatu popularitas atau meningkatkan gaya hidup spiritual.

Seorang murid Yesus haruslah berani merelakan keinginan pribadi, mengorbankan ambisi dan siap menundukan prestise diri. Yesus mengajarkannya secara konkret melalui pelayanan pembasuhan kaki murid-muridNya. ”..., dan mulai membasuh kaki murid- murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada inggang-Nya itu” (Yoh. 13:5). Mengakui Yesus sebagai Tuhan haruslah bermula dari pengenalan diri yang mendalam. Tidak hanya karena menginginkan sesuatu. Karena pengenalan yang mendasar dan mendalam terhadap Kristus, maka seseorang melakukannya tidak dengan ”tanggung-tanggung”, bahkan berani mengalami kerugian sekalipun. Mendasar dan Mendalam Yudas adalah contoh seorang urid yang tidak memiliki pengenalan yang mendasar dan mendalam. Ia inginmendapatkan keuntungan dari pelayanannya bersama Yesus. Melayani Tuhan tetapi ingin mendapatkan kemuliaan diri sama dengan turut serta menyerahkan Yesus. Sudah harus disadari oleh gereja-gereja, apakah yang sementara diberitakan dan disaksikannya benar-benar sebuah penyerahan bagi kemuliaan Tuhan? Ataukah yang sementara dilakukan oleh kita adalah sebuah arak-arakan menuju penyaliban Yesus? Mestinya Yesus yang hidup yang diberitakan, bukan menunjukkan Yudas-Yudas yang masih hidup. Yesus memperingatkan bahwa masih ada Yudas yang hidup pada masa kini. Mungkinkah itu sementara tertuju pada kita? Biasanya kita akan menjawab bahwa bukan aku Tuhan, mungkin dia! Saat ini, jika Yesus sudah mengetahui, mestinya kita tidak berkata: bukan aku! Yang harus kita lakukan adalah pengakuan yang lahir dari kesadaran dan kedalaman hati, bahwa memang kita bersalah. Dengan kesadaran yang ungguh, maka akan melahirkan penyesalan yang sungguh.

Tuhan akan senang dan bangga akan murid-murid-Nya masa kini yang menunjukkan pertobatan. Saat ini, mestinya kita mengenang bahwa pernyataan Yesus kepada Yudas, bisa juga dikenakan kepada kita saat ini. Bahwa keselamatan manusia tidak ditentukan oleh kedahsyatan perilaku manusia maupun kehebatan kekuasaan tertentu. Selamat mengakui diri bahwa kita telah banyak melakukan kesalahan dan perlu pertobatan. Karena masa depan harus dituju dengan semangat pertobatan sejati. Bagi Tuhanlah kemuliaan selamanya!

Sumber: Majalah Bahana, Agustus 2008

0 comments:

Post a Comment