Thursday, September 8, 2011

WISDOM vs NAIVETE - KEARIFAN vs KENAIFAN

By: Jakoep Ezra, MBA, CBA

Janganlah meninggalkan hikmat, maka engkau akan dipeliharanya
Apakah Anda sering dimintai pendapat atau nasihat? Apakah orang suka datang kepada Anda jika mereka ada masalah? Mungkin kita punya banyak persoalan, tapi rasanya selalu ada solusi. Jika itu terjadi, maka itu adalah tanda bahwa kita memiliki sesuatu yang mungkin kurang dimiliki orang lain, yaitu kearifan.

Makna Kearifan
Kearifan sering dikaitkan dengan kebijaksanaan dan kepemimpinan. Orang yang arif pasti menjadi panutan dalam hal pertimbangan, keputusan dan tindakan. Kearifan adalah kemampuan memandang persoalan dari berbagai sudut pandang, sehingga tepat guna, tepat cara, dan tepat waktu dalam solusi penyelesaian masalah.

Raja Salomo menuliskan banyak amsal tentang hikmat lewat pengalaman hidupnya. Hikmat bukan sekadar mengetahui sesuatu, tapi bagaimana belajar dari pengalaman hidupnya serta pengalaman orang lain. Hikmat berarti sikap yang tepat, pada orang yang tepat, dengan cara yang tepat, dan di waktu yang tepat. Hikmat mengandung nilai-nilai kebenaran Tuhan yang secara alamiah atau supranatural dapat kita peroleh. Hikmat, kata Raja Salomo, diawali dengan sikap takut akan Tuhan.

Orang arif memiliki hikmat dalam menimbang, memutuskan atau mengambil tindakan. Sikap arif dapat mengakomodasi kepentingan bersama dan tidak berpihak. Kearifan selalu menjaga akal sehat yang jernih dan hati nurani yang murni. Arif berarti memahami situasi dan bertindak untuk mendapatkan hasil terbaik bagi semua pihak.

Pentingn ya Kearifan
Ada pepatah lama mengatakan, melihat selumbar di mata orang, sedangkan balok di depan mata tidak terlihat. Memang lebih mudah melihat kekurangan dan kesalahan orang lain daripada introspeksi pada diri sendiri. Cobalah menuding orang lain, maka jari telunjuk kita menuding, tapi ada tiga jari tersembunyi di balik punggung tangan yang sesungguhnya mengarah kepada kita. Itu maksudnya agar kita selalu belajar untuk introspeksi diri.

Orang yang arif dapat menyelesaikan masalah secara bijak karena dapat melihat masalah secara obyektif, adil, dan seimbang. Sikap arif merupakan kualitas dari kepemimpinan yang lahir dari kematangan pribadi dan karakter. Jawaban yang arif memadamkan amarah dan dapat menyelesaikan perselisihan.

Kenaifan Awal Bencana
Orang yang naif mengambil keputusan secara subyektif dan seringkali tergesa-gesa. Keputusan yang tidak bijak biasanya menghasilkan tindakan yang sembrono. Kurangnya wawasan dan kompetensi dalam pengambilan keputusan, sering menghasilkan kegagalan yang membawa penyesalan dan kekecewaan.

Bagaimana mengembangkan kearifan? Miliki integritas pribadi. Integritas berarti ada keselarasan dan keutuhan hati, pikiran, dan tindakan. Tanpa integritas kita sulit bersikap jujur dan konsisten kepada diri sendiri, orang lain, terlebih kepada nilai-nilai kebenaran itu sendiri.

Pandangan yang obyektif
Ada orang yang hanya melihat dari sudut pandang sendiri, kepentingan, dan keuntungan sendiri. Atau hanya melihat dari satu sisi. Orang ini disebut subyektif. Kearifan dapat dibangun dengan memiliki pandangan yang obyektif. Berdiri atas dasar kebenaran dan mampu melihat dari semua sisi dan kepentingan.

Hati yang berempati
Empati berarti dapat merasakan kebutuhan orang lain dan disertai tindakan untuk menjawab kebutuhan tersebut. Ada hati, ada eksekusi. Bukan sekadar perasaan atau perhatian, tetapi juga disertai keputusan dan tindakan nyata. Empati menolong kita untuk membangun sikap yang bijak dan arif.

Mau terus belajar
Meminta hikmat Tuhan dan selalu mau belajar adalah pilar untuk membangun kearifan. Orang sombong, selalu menganggap dirinya benar, jadi sulit untuk belajar. Sedangkan orang yang rendah hati mudah untuk belajar. Dengan selalu belajar kita menjadi kaya dengan pengalaman dan hikmat.

Sumber: Majalah Bahana, Juli 2009

0 comments:

Post a Comment