Thursday, September 8, 2011

Kuk yang Dia kenakan Melegakan

By: Benni E.Matindas

Setelah buku dan media cetak lainnya, sejumlah stasiun televisi di Tanah Air mulai mengandalkan rubrik talk-show mengenai pengembangan kepribadian dan karir dengan menampilkan para motivator kawakan. Bagaimana pun, ini jauh lebih bermanfaat tinimbang gosip artis yang terlalu remeh-temeh, maupun aneka sinetron yang sering terlalu menghina taraf kecerdasan pemirsa.

Tapi, seperti juga banyak artikel media massa dan buku-buku self-improvement yang banyak beredar (tak kecuali yang dihajatkan sebagai “buku rohani” dan penuh bertabur ayat Alkitab), yang diajukan sebagai teori pengembangan kepribadian itu banyak yang tidak memadai ataupun tidak feasible. Hanya “benar” dan “logis” dalam kata-kata, tetapi tak dapat diterapkan, atau kalaupun dapat diterapkan pasti tak akan membawa pada hasil yang dicitakan.

Mengapa? Karena manusia, dalam sifatnya yang sangat kompleks dan sekaligus sangat dinamis dan sekaligus pula masing-masingnya adalah individu sangat unik, jelas mensyaratkan jalan dengan kadar kebenaran yang tak bisa kepalang tanggung untuk dapat diterapkannya sampai mencapai hasil konkret. Isi teori harus mencapai kadar kelengkapan memadai agar bisa mengakomodir kompleksitas serta dinamisnya perkembangan tiap manusia. Dan kelengkapan itu haruslah tersistem. Jadi, harus sistematis dan sistematikanya harus benar.

Soal sistematika inilah yang kebanyakan gagal dipenuhi. Umumnya sudah merasa benar dengan mengajukan daftar langkah-langkah yang dianggap jitu, sebanyaknya. Dikira, yang penting masing-masing langkah atau syarat itu sudah sebagai ide yang benar maka berarti benar pulalah totalitas teori yang diajukan. Awal 1990-an Stephen Covey mengajukan 7 habits sebagai syarat pribadi efektif hingga akhir hayat. Tapi kemudian ia harus menepiskan gengsi dan rasa malu sendiri, karena kesadarannya menunjuk habit ke-8 yang sama pentingnya. Dan pasti, kalau masih cukup panjang waktu sebelum akhir hayatnya, dan cukup berjiwa besar untuk menepiskan gengsi, akan ada habit ke 9, 10 dan seterusnya.

Sistematika pun akan mengkonstitusi makna setiap elemen ide dalam suatu sistem ajaran. Maka di sini kita berurusan dengan soal kebenaran universal dari Al-Khalik yang harus padan dengan kondisi obyektif kita manusia sebagai khalikah (ciptaan-Nya). Tak boleh tidak harus berurusan dengan etika yang benar, yang akan terendap dalam mentalitas kita sebagai ethos yang benar, yang akan membuahkan aktus yang benar dan membenarkan, yang terbaca sebagai prestasi yang unggul dan jiwa yang sejahtera.

Mari kita lihat satu contoh tentang konstitusi makna etika yang ternyata tak benar meski kedengarannya logis. Seorang motivator gencar mengulang-ulang kalimat wisdom-nya: “Kalau Anda lunak terhadap diri Anda maka kehidupan akan keras terhadap Anda. Kalau Anda keras terhadap diri Anda maka kehidupan akan lunak kepada Anda.”
Jika makna kalimat ini cuma sebatas motivasi untuk tekun dalam latihan fisik, selaras dengan kalimat “Lebih baik bermandi penuh dalam latihan daripada bermandi darah saat perang”, itu ada benarnya.

Tapi dengan diulang-ulang sebagai kebijaksanaan andalan, dijadikan falsafah dasar kehidupan, maka ia jelas keliru dan tak bakal berbuah hasil ideal. Karena pengertian “berlaku keras terhadap diri sendiri” itu tak lain mengenakan pada diri sendiri pelbagai aturan ketat yang mengurangi “kenikmatan dan kesenangan”. Padahal menurut paham etika yang benar, sebagaimana diajar Kristus, mengenakan aturan itulah justru yang harus dirasa sebagai kenikmatan dan kesenangan. Bukan beban. Karena kuk yang Dia kenakan pada kita ringan dan melegakan (Mat.11:29).

Sehingga kalau harus ditambah dengan segala syarat pertarakan dan penyiksaan diri agar bisa dirasakan sebagai “keras”, itu buang waktu, hanya melatih bagian kecil dari diri kita sementara bagian terbesar lain sebaliknya tumbuh liar, lemah, berbahaya.

Persepsi kita tentang sumber kesenangan itulah yang harus diubah oleh pengetahuan yang benar.

Selamat menapaki jalan pengembangan diri yang harus lebih benar di tahun yang baru!

0 comments:

Post a Comment