Friday, September 9, 2011

Menjadi Bahagia dengan Kepedulian yang Tulus

By: Imanuel Kristo

Seekor tikus menjadi sangat resah ketika mengetahui bahwa pemilik rumah membeli perangkap tikus untuk ditempatkan di dalam rumahnya. Keresahannya begitu kuat sehingga ia menyampaikannya kepada teman serumahnya—seekor ayam jantan yang tubuhnya lebih besar dari dirinya. Namun ketika ayam jantan itu mendengarkan pemaparan tikus, ia pun dengan santai menjawab: “Itu kan perangkap tikus, lalu apa hubungannya dengan aku–perangkap itu bukan untukku.” Mendengar hal itu, tikus kecil itu kemudian menghampiri sapi di kandang belakang dan menceritakan semua ketakutannya. Namun, sapi yang tubuhnya jauh lebih besar itu pun menjawab: “Ha…ha, perangkap tikus itu terlalu kecil buat aku, apa yang harus aku takutkan–lihatlah kakiku sekali injak pasti perangkap itu rusak berantakan.”

Dengan putus asa ia berjalan menuju kebun. Di sana ia menjumpai seekor ular dan menyampaikan keluh kesah serta ketakutannya. Namun, ia pun mendapatkan jawab yang sama: “Aku ini seekor ular yang selalu bisa lolos dalam berbagai jebakan, lagipula apa urusannya dengan aku-itu kan perangkap tikus dan bukan perangkap ular!”

Demikianlah tikus kecil itu berjalan pulang dengan lunglai. Ia merasa tidak mendapatkan dukungan dari teman-temannya. Dia merasa sendiri tanpa teman dan sahabat.

Sampai sekali waktu seisi rumah dibuat terkejut ketika perangkap tikus itu mampu menangkap seekor ular. Ular itu terjepit di bagian ekornya. Ia memberontak dan meronta karena kesakitan yang luar biasa. Dan karena kemarahannya, maka ketika istri pemilik rumah itu menghampirinya, ular yang mengganas itu mematuk tumitnya. Dengan rasa marah, sang suami membunuh ular tersebut dan membawa istrinya untuk mendapatkan pengobatan.
Kian hari, sang istri yang dirawat itu kian parah, agaknya racun ular yang marah itu terlanjur menyebar ke mana-mana. Anjuran beberapa kerabat, ia diminta memakan tim ayam dengan ramuan rempah. Karena itu, ia mengambil ayam jantan peliharaannya untuk dipotong, dimasak dan diolah dengan rempah.

Akan tetapi, semuanya tampak sia-sia. Agaknya Tuhan berkehendak lain, istri pemilik rumah itu pun meninggal. Banyak kerabat dan teman datang memberikan kekuatan dan penghiburan kepada keluarga – untuk itu sang suami, memutuskan untuk memotong sapi miliknya untuk diolah dan dipakai untuk menjamu semua tamu yang datang.

Saudaraku, perhatikan! Bermula dari ketakutan seekor tikus kecil dan ketidakpedulian yang lain, maka semuanya berakhir dengan sangat tragis. Ketidakpedulian adalah sebuah kejahatan. Ketidakpedulian hanya akan mengakibatkan ketidakbahagiaan baik bagi pelakunya maupun orang-orang di sekitarnya.

Kepedulian yang tulus yang dikembangkan dalam relasi antar pribadi akan membuat setiap orang menjadi semakin dekat dan akrab – saat itulah relasi “aku” dan “engkau” menjadi “kita”. Dan ketika “aku” – “engkau” menjadi “kita” maka sekat dan pembatas akan berubah menjadi simpati dan empati. Ketika semangat itu dikembangkan maka kita tidak akan pernah menjadi tenang apalagi bahagia ketika ada sesama kita dalam kecemasan dan kegelisahan. Kita tidak akan merasa tahan untuk tidak peduli ketika ada sesama kita yang tertekan dan ketakutan. Namun, sebaliknya kita akan selalu berusaha agar kebahagiaan kita menjadi kebahagiaan mereka, dan kebahagiaan mereka menjadi semakin bertambah.

Yakinilah, bahwa kebahagiaan itu benar-benar menjadi kebahagiaan ketika kebahagiaan itu mampu menciptakan kebahagiaan baru bagi sebanyak mungkin orang di sekitar kita. Dan kebahagiaan orang di sekitar kita pun akan semakin menambah kebahagiaan kita. Selamat mencoba dan jadilah bahagia.

Sumber: Majalah Bahana, Oktober 2009

0 comments:

Post a Comment