Thursday, September 8, 2011

SENI BERKOMUNIKASI

By: Jakoep Ezra, MBA, CBA

Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.

Langit menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. Benda ciptaan Allah itu melakukan komunikasi. Terlebih manusia, ciptaan-Nya yang begitu mulia.
Dimana ada kehidupan di situ pasti ada komunikasi. Komunikasi yang efektif menghasilkan hubungan-hubungan yang berhasil. Komunikasi merupakan kunci kesuksesan baik dalam keluarga, pelayanan ataupun pekerjaan. Komunikasi dapat membangun, tetapi juga dapat menghancurkan.

Pemicu Gagalnya Komunikasi
Kitab Amsal mengajar kita untuk berhati-hati supaya jangan terjerat dengan perkataan mulut kita. Disebutkan bahwa kata-kata yang menyenangkan lahir dari hati yang murni. Sebaliknya kata-kata yang tajam akan membangkitkan emosi dan amarah. Mengapa kita sering gagal dalam berkomunikasi?

Sikap yang reaktif
Orang yang emosional cenderung reaktif. Mereka sangat dipengaruhi oleh situasi di sekitarnya. Dikatakan, bodohlah orang yang menyatakan sakit hatinya seketika itu juga. Sikap emosional membuat komunikasi kurang efektif dan hubungan menjadi retak.

Kebiasaan berasumsi
Asumsi adalah sumber kekacauan. Kita menangkap maksud orang lain dengan referensi pengertian kita sendiri. Sehingga pesan yang ingin disampaikan berbeda atau bias dengan apa yang ditangkap pendengar. Asumsi menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman mengakibatkan konflik dan perpecahan.

Sulit mendengar
Orang yang berbicara sulit untuk mendengar. Karena itu dikatakan hendaklah kita cepat mendengar namun lambat berkata-kata. Itu sebabnya kita memiliki dua telinga untuk mendengar tapi hanya satu mulut untuk berbicara.

Hiperbola atau gosip
Perkataan yang heboh cenderung melebih-lebihkan. Akhirnya menjalar menjadi gossip. Kita harus menjaga diri agar tidak terjerat dalam dosa lidah atau dusta. Dusta adalah senjata Iblis. Dusta adalah sengat maut yang menghancurkan iman.

Seni Berkomunikasi yangBijak
Komunikasi adalah wujud kasih. Sebagaimana kasih kepada Tuhan dimulai dari mendengar firman-Nya, demikian kasih kepada sesama dimulai dari kesediaan untuk mendengar. Bukan sekadar apa yang diucapkan, melainkan lebih pada apa yang dapat kita dengar tentang kebutuhannya.
Komunikasi yang bijak dibangun melalui 3 aspek karakter.

1. Menumbuhkan seni mendengar
Dalam kaligrafi Tiongkok, kata komunikasi diartikan sebagai seni mendengar. Ada unsur kata kuping untuk mendengar, mata untuk melihat, hati yang mempedulikan. Itu semua merupakan kesatuan yang sempurna dan tak terpisahkan. Orang yang mampu mendengar dengan baik akan jadi seperti raja yang mampu mengendalikan situasi. Kita belajar ketika mendengar. Kita lebih disukai dan menjadi lebih bijaksana bukan ketika berbicara, tapi ketika kita mendengarkan.

2. Mengelola penguasaan diri
Yakobus menulis bahwa tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah. Perkataan dapat membangun, tetapi juga dapat meruntuhkan. Dengan lidah kita dapat memuji Tuhan, namun juga bisa mengutuk orang. Itu sebabnya Raja Daud berseru agar Tuhan mengawasi mulutnya dan berjaga pada pintu bibirnya.
Tugas kita adalah menjaga hati, agar memiliki penguasaan diri atas perkataan. Biarlah mulut kita digunakan untuk memuji Tuhan dan perkataan kita menyembuhkan hati yang terluka. Penguasaan diri juga berbicara tentang waktu, tempat, dan dalam situasi yang tepat kita dapat berkomunikasi.

3. Membangun sikap empati
Empati adalah perhatian dan kasih yang diwujudkan melalui tindakan. Empati dalam komunikasi berarti kata-kata yang disertai tindakan selaras. Komunikasi yang bijak adalah komunikasi yang dapat menyimak kebutuhan orang lain, bukan sekadar kepentingan pribadi dan kepuasan berbicara.
Seorang olahragawan yang berhasil adalah orang yang taat dan rajin berlatih. Karena kemenangan hanya dapat diraih melalui komitmen yang kuat. Orang yang bijak akan terus berkomitmen untuk dapat menjadi berkat melalui komunikasinya yang bijak. Untuk itu dibutuhkan latihan berkomunikasi dalam ketaatan setiap hari.

Sumber: Bahana, Maret 2009

0 comments:

Post a Comment