Thursday, September 8, 2011

Selalu Bertanya akan Kehendak Tuhan?

Di dalam situasi krisis, kita sering berseru kepada Tuhan: apa yang harus aku lakukan? Bagaimana Engkau akan menolongku? Tunjukkanlah jalan-Mu, Tuhan! Akan tetapi, lain halnya, jika kita di dalam situasi baik. Orang mungkin jarang bertanya atau berpasrah pada kehendak Tuhan. Apakah ini penting, bahwa kita hendaknya selalu meminta saran kepada Tuhan di dalam setiap langkah hidup kita?

Satu hal yang perlu ditekankan terlebih dahulu di sini: Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk bebas. Manusia diberi kebebasan untuk menentukan kehendaknya sendiri. Sejak manusia pertama, Adam dan Hawa, Allah telah memberi kebebasan untuk memutuskan sikapnya, apakah mereka mau menuruti perintah-Nya atau tidak. Tentu saja, Allah telah memberi tahu akibat-akibatnya jika mereka melanggaranya. Di dalam kitab suci, kita dapat menemukan banyak kisah tentang pengalaman manusia yang berjalan atas nama kehendak Allah dan juga orang-orang yang bertanya tentang kehendak Allah itu sendiri. Jika orang mengenal kitab suci dan hidup darinya, bakalan dipastikan, ia akan mengenal kehendak Tuhan bagi situasi hidupnya.

Kehendak Tuhan adalah makanan kita sehari-hari?
Yesus sendiri menyatakan, bahwa Ia adalah contoh bagi manusia yang menjalankan kehendak Bapa-Nya. “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4, 34). Dalam kutipan ayat tersebut diungkapkan, bahwa makanan Yesus adalah melakukan kehendak Dia. Ini merupakan ungkapan yang bagi orang tertentu adalah sesuatu yang mustahil dan rumit. Jika kehendak Bapa dianggap sebagai makanan sehari-hari, itu berarti, bahwa orang harus hidup dari dan di dalam kehendak-Nya. Tanpa makanan tersebut, orang akan mati.

Dalam kenyataan sehari-hari, kita lebih cenderung bertanya akan kehendak Tuhan jika kita dalam situasi terjepit. Atau bahkan dapat saja terjadi, kita melupakan akan kehendak Tuhan sendiri dan kita berjalan menurut pikiran kita “logis”.

Sikap Hati
Yesus meminta kepada kita agar kita senantiasa berjalan bersama-Nya dan bertanya akan kehendak Bapa-Nya di surga. Ini bukan menyangkut soal pertanyaan yang “jelimet” atau yang menakutkan. Ini lebih mengenai sikap hati kita agar hidup kita tidak melangkah pada jalan yang salah. Sikap hati ini sangat penting, karena Tuhan lebih cenderung melihat hati kita. Dengan melaksanakan kehendak-Nya maka kita sudah termasuk dalam satu keluarga Yesus. "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku" (Mat 12, 49 – 50).

0 comments:

Post a Comment