Thursday, September 8, 2011

Menjadi Umat yang Berdampak

By: Pdt. Drs. Petrus Agung Purnomo

Yesus Kristus lahir untuk menjadi terang dan jalan keselamatan bagi manusia. Umat Kristen sebagai pengikut Kristus mesti punya misi serupa.

Menjadi umat yang berdampak di tengah masyarakat tentu tidak terjadi secara spontan. Harus ada yang dilakukan. Sesuatu harus dipersiapkan. Dalam Lukas 19:11-27 terdapat kisah yang menarik. Seorang bangsawan akan pergi ke negeri yang jauh. Ia pun memanggil sepuluh orang hambanya. Kepada mereka, ada yang diberi sepuluh mina. Uang itu harus digunakan untuk berdagang. Ketika sang Tuan pulang, hamba yang diberi tanggung jawab itu telah beroleh untung sepuluh mina. Ia pun diberi kepercayaan menguasai sepuluh kota. Hamba berikutnya diberi lima mina dan beroleh untung lima mina. Ia pun dipercaya menguasai lima kota. Sedangkan hamba terakhir diberi satu mina, tetapi uang itu disimpannya di sapu tangan. Sang Tuan, menyebut hamba ini sebagai hamba yang jahat. Ia tidak diberi tanggung jawab untuk menguasai kota.

Agar gereja berdampak, tentu harus berbuat sesuatu. Gereja harus bergumul kepada Tuhan untuk mengetahui isi hati-Nya. Kalau seseorang dapat memahami kerinduan Tuhan, pasti Tuhan menolongnya. Dalam Kitab 2 Raja-raja 4:38-44 terdapat kisah menarik. Di sana kita bisa belajar sesuatu.

ELISA KE GILGAL

Elisa kembali ke Gilgal pada waktu ada kelaparan di negeri itu. Dan ketika pada suatu kali rombongan nabi duduk di depannya, berkatalah ia kepada bujangnya: “Taruhlah kuali yang paling besar di atas api dan masaklah sesuatu makanan bagi rombongan nabi itu.” (2 Raj. 4:38).

Alkitab jelas mengatakan Elisa ke Gilgal pada waktu ada kelaparan di negeri itu. Ini tindakan yang kurang populer. Seharusnya, Elisa tidak pergi ke Gilgal. Mengapa? Karena di Gilgal sedang kelaparan. Dalam pikiran manusia sekarang, seharusnya Elisa cari tempat yang berlimpah makanan. Tetapi, Alkitab mencatat, Elisa ke Gilgal. Apa alasannya? Karena di tempat kelaparan itulah ia berdampak. Ia dibutuhkan. Orang-orang menantikan kehadirannya. Gereja harus sadar akan hal ini. Gereja harus mencari tempat yang kering. Tempat di mana gereja diperlukan.

TUHAN MELIPAT GANDAKAN

Tetapi pelayannya itu berkata: “Bagaimanakah aku dapat menghidangkan ini di depan seratus orang?” Jawabnya: “Berikanlah kepada orang-orang itu, supaya mereka makan, sebab beginilah firman TUHAN: Orang akan makan, bahkan akan ada sisanya.” (2 Raj. 4:43).

Seringkali Allah menarik kekuatan kita untuk arena iman yang luar biasa. Dalam hal ini, kita perlu memegang prinsip. Prinsip apa? Segala sesuatu yang ilahi jangan diresponi dengan pikiran manusia. Pasti tidak ketemu caranya. Sesuatu yang ilahi responilah dengan iman. Ketika Elisa di Gilgal, rombongan nabi yang berjumlah seratus orang itu diberi makan. Bahkan ada sisanya. Mukjizat terjadi! Hal yang tidak masuk akal terjadi. Itulah pekerjaan Tuhan.

Dalam ayat 42 disebutkan tentang Baal-Salisa. Tahukah Anda arti kata itu? Baal-Salisa adalah a place in Ephraim near Gilgal (sebuah tempat di Efraim dekat Gilgal). Namun, kata itu juga berarti the Lord who Multiplies (Allah yang melipatgandakan). Dan, pelipatgandaan itu nyata. Ayat 43 menjadi bukti nyata. Bermodalkan dua puluh roti jelai dan gandum, Tuhan berkarya dengan cara yang luar biasa. Rombongan nabi makan hingga kenyang bahkan masih memiliki sisa. Terbukti, firman Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Elisa menjadi kenyataan. Firman itu digenapi. Luar biasa! Itulah Tuhan yang kita percaya. Rindu menjadi umat yang berdampak? Lakukanlah firman dan beriman kepada-Nya.

(Bahan khotbah ini disarikan oleh Manati I Zega dari khotbah KKR New Impact di Auditorium Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta)

0 comments:

Post a Comment