Thursday, September 8, 2011

Mendidik dengan hati mendatangkan hasil

By: Zega

Anak yang memiliki keterbatasan fisik, keberadaannya kerap diabaikan. Bahkan ada orangtua yang merasa malu punya anak seperti itu. Walaupun menyadari bahwa dilahirkan dalam kondisi cacat bukanlah pilihan sang anak, namun perasaan malu itu selalu muncul. Awal Maret lalu, selesai melayani di sebuah gereja, seorang dokter bercerita. “Pak, teman saya merumahkan anaknya yang cacat. Anak itu dititipkan di sebuah rumah penitipan anak. Mungkin orangtua tersebut malu,” jelas pak dokter dengan wajah sedih. Ironis. Bukankah anak cacat seharusnya dibantu?


Hati John dan Mercy Crosby penuh sukacita. Seorang anak bernama Fanny Jane Crosby Tuhan anugerahkan di tengah keluarga itu. Luapan kegembiraan terpancar jelas dari pasangan tersebut. Maklumlah! Orangtua mana yang tidak senang dikaruniai seorang putri cantik. Pada 24 Maret 1820, Fanny jelita hadir di muka bumi. Sukacita keluarga makin lengkap. Berjuta angan terbayang di hadapan orangtuanya.

Tapi baru enam minggu berlalu, problem serius mulai menindih. Fanny demam. Mulanya dianggap biasa. Siapa pun pernah mengalami demam. Namun rupanya ini awal masalah. Penglihatan Fanny terganggu. Dokter yang biasa merawat pergi keluar kota. Yang ada, tinggallah seseorang yang mengaku dokter. Dengan berani ia memberikan pengobatan. Alhasil dokter gadungan malpraktik. Akibatnya fatal. Sejak itu, Fanny yang dibanggakan tidak bisa melihat. Ia buta!

Dunia seolah runtuh, ditutupi kegelapan. Segelap dunia sebelum Allah menciptakan benda-benda penerang pada awal penciptaan. Dapat dimaklumi. Orangtua manapun pasti khawatir. Segudang pertanyaan mengenai masa depan si buah hati berkecamuk dalam pikiran. Tapi syukurlah mereka hidup di dalam Tuhan. Mereka bersyukur atas segala yang dialami. Tugas mereka adalah mendidik dan membesarkan Fanny dalam kasih Tuhan.

Tidak hanya orangtua yang berperan mendidik Fanny. Neneknya ikut andil besar dalam pertumbuhan Fanny. Dengan sabar wanita itu mengajak cucu tercinta jalan-jalan di alam terbuka. Ia juga menceritakan secara detail setiap kuntum bunga dan daun-daun yang mereka temukan. Dengan sentuhan jari, Fanny mempelajari semuanya. Ia tergolong anak cerdas. Kehausannya akan ilmu pengetahuan menghantarnya mempelajari karya sastra dan puisi. Lebih hebat lagi ketika cerita-cerita Alkitab yang disampaikan berhasil diserap dengan baik. Di usia sepuluh tahun, ia dapat mengingat sebagian besar Perjanjian Baru dan lima Kitab Perjanjian Lama. Sebuah prestasi menakjubkan!

Didikan penuh kasih yang didasarkan firman Tuhan selalu berdampak. Dalam keterbatasannya, selama hidup Fanny telah menghasilkan sekitar 8500 lagu. Lagu-lagu hasil karyanya abadi dan memberkati. Hingga kini, karya Fanny berkumandang di gereja-gereja seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Lagunya mengangkat hati untuk makin dekat dengan Tuhan. Tidak jarang orang menitikkan air mata karena syair dan melodinya amat mengena.

Fanny yang cacat bisa menggarami zamannya. Tentu, sulit dipisahkan dari peran orangtua dan keluarga yang mendidik dengan kasih. Pendidikan rohani sejak muda membuatnya memuliakan Tuhan. Sepanjang hidupnya didedikasikan bagi Kerajaan Allah. Maka, sejatinya pendidikan harus berpusat pada Kristus. Tepatlah kata Salomo: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu (Ams. 22:6).” Mendidik dengan hati mendatangkan hasil. Fanny Jane Crosby adalah bukti tak terbantahkan.

Sumber: Bahana, Mei 2009

0 comments:

Post a Comment