Tuesday, September 6, 2011

Kristen Sejati, Berani Bayar Harga

By Pdt. Saumiman Saud, S.Th

(Lukas 19:1-10)
Dokter Lukas, mencatat tokoh yang bernama Zakheus. Ia seorang yang berani mengambil konsekuensi demi mengikut Yesus. Tentu, hal ini tidak gampang. Ia harus berpikir secara matang. Berikut ini, ada tiga sikap penting Zakheus yang patut diteladani.

Adanya rekonsiliasi (perdamaian)
Siapa Zakheus? Alkitab mencatat ia tinggal di Yerikho kota yang permai dan makmur. Tempat ini terkenal sebagai kota para imam (bnd Lukas 10). Menurut tradisi, di Yerikho ada suatu pos yang cukup penting untuk memungut cukai barang dagangan. Jabatan pemungut cukai ini ditenderkan oleh pemerintah ke pihak swasta, biasanya dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, di Yerikho terdapat banyak profesi ini. Mereka dipandang rendah oleh pemuka agama. Mereka juga dibenci masyarakat, karena memungut cukai dengan paksa. Ayat 2 mencatat Zakheus adalah “Chief tax collector” (kepala pemungut cukai). Bayangkan, sebagai pemungut cukai saja sudah dibenci apa lagi sang kepalanya. Nama Zakheus itu dibentuk dari akar kata nama Zakai (misalnya Ezra 2:9), artinya “orang bersih.” Namun namanya tidak sesuai dengan karakternya.

Zakheus seorang yang kaya. Namun, kekayaannya tidak diimbangi oleh perlakuan masyarakat terhadapnya. Biasanya orang kaya itu disegani dan dihormati. Sepanjang zaman orang-orang kaya banyak mendapat prioritas. Bila ia berkunjung ke gereja maka sambutannya “hangat” dan “khusus,” berbeda dengan orang miskin. Namun Zakheus malah dibenci. Jadi, kita bisa membayangkan kondisi Zakheus yang cukup kontradiksi ini.

Ketika mendengar sebuah nama populer, yakni Yesus hendak berkunjung di kotanya, maka kesempatan ini dipakai dengan sebaik-baiknya. Namun ada halangan yang cukup fatal yang membuatnya tidak dapat melihat Yesus, karena tubuhnya pendek. Bagi Zakheus, “Tubuh boleh pendek namun akal harus panjang”.

Adanya rekonstruksi (pembaharuan)
Kehadiran Yesus di rumah Zakheus menghasilkan suatu rekonsialisi nyata, seorang berdosa telah bertobat. Bagi Yesus, Zakheus bukan sosok musuh, tetapi seorang manusia yang harus dimenangkan, sedangkan bagi Zakheus Yesus itu merupakan Juruselamat yang melebihi segala harta bendanya. Namun bagi orang sekitar, kehadiran Yesus ke rumah Zakheus justru menjadi cemooh, sebab Yesus bersedia tinggal di rumah orang berdosa itu. Bukankah di Yerikho ada banyak imam. Mengapa Yesus tidak menumpang di rumah mereka? Mengapa yang dipilih justru rumah Zakheus? Kalimat ini bisa muncul karena ketidakpuasan mereka, atau karena merasa iri, atau merasa dirinya lebih baik. Jika mau jujur, sering kali kita terjebak pada kondisi ini, “Tatkala orang lain yang terpilih, sukses, berhasil, kita merasa seperti kebakaran janggut dan bertanya, mengapa harus dia?”

Kalimat yang Yesus ucapkan begini, “Hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Kata “harus” ini boleh diartikan “sesuai dengan rencana Allah dan kehendak- Nya.” Yesus datang ke dunia mencari orang-orang yang seperti Zakheus. Ayat 10 mencatat, Yesus datang ke dunia mencari orang yang terhilang. Tidak diceritakan secara detail apa yang dipikirkan dan apa yang termaktub dalam hati Zakheus. Tetapi yang pasti adalah sukacita besar dalam dirinya. Memang tidak semua orang kaya mendapat kesempatan seperti Zakheus, ini yang disebut anugerah khusus, itu sebabnya responnya adalah pertobatan. Zakheus yang tadinya manusia berdosa tanpa pengharapan, sekarang menjadi manusia yang berpengharapan dalam Yesus. Zahkeus yang tadinya merugikan banyak orang, sekarang menjadi berkat. Dalam hal ini saya sebutkan dengan rekonstruksi diri.

Adanya reaktifikasi (aktif kembali)
Zakheus membuktikan kepada khalayak suatu keajaiban atas dirinya. Ayat 8 mencatat “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Inilah keputusan sejati mengikut Yesus. Terlihat jelas reaktifitasnya.

Zakheus berani mengambil konsekuensi sekaligus menjalankannya. Bagaimana dengan kita? Bila korupsi hingga hari ini belum tuntas diberantas, salah satu faktornya adalah belum beraninya seseorang membayar harga yang sama seperti Zakheus ini. Korupsi tidak harus selalu mengenai uang, namun korupsi waktu, korupsi mengasihi Tuhan, korupsi kasih dalam keluarga, korupsi waktu belajar dan sebagainya. Terlalu banyak anak-anak Tuhan yang lupa akan konsekuensi yang pernah diambil tatkala mengikut Yesus. Itu sebabnya hari ini melalui tokoh Zakheus kita dingatkan kembali. Konsekuensi itu bukan “hanya diambil saja”, tetapi juga “harus dilaksanakan” dengan membayar harga. Sudahkah Anda membayarnya?

Sumber: Majalah Bahana, Juni 2008

0 comments:

Post a Comment