Thursday, September 8, 2011

Garam Yang Gagal

By: Ronny Kurniawan


“...Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang....” (Mat 5 : 13)

Seringkali kita sebagai umat Kristiani mendengar firman atau membaca firman baik dari Alkitab, buku-buku rohani, khotbah dari hamba-hamba Tuhan maupun dari media lainnya. “... Kamu adalah garam dunia...” (Mat 5 : 13), pernahkan kita berpikir dan sudah melakukan perintahNya? Apakah kita sebagai anak Allah sudah menjadi “garam” yang dimaksudkan Tuhan Yesus dalam ayat tersebut???

Ketika saya membaca buku : Gue Gaul Tapi Ga' Amburadul (penerbit Andi), dimana intinya sama seperti ungkapan-ungkapan “.... jadilah sambal dunia...biar setiap orang di dunia kepedasan", "ingat ... sebagai orang Kristen jadilah kecap no.1 di dunia..." atau "kalau tidak jadi kecap, jadi penyedap juga tidak apa-apa ...”, saya langsung merefleksi diri. Ternyata, saya termasuk salah satu dari garam yang gagal. Saya belum bisa menjadi “garam 100%” yang Tuhan Yesus inginkan.

Tuhan Yesus memberi perintah supaya kita menjadi garam dunia dan terang dunia. Seperti kita tahu, garam adalah benda yang sangat sederhana namun mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia. Tanpa kehadirannya semua masakan akan menjadi hambar. Bahkan, menu masakan mewah dengan harga yang mencapai jutaan rupiah dan diolah oleh seorang koki yang terkenal sekalipun, tanpa kehadiran garam, masakan itu tidak ada artinya.

Muncul pertanyaan, mengapa kita sebagai murid-murid Tuhan gagal menjadi “garam” dunia ???

1. Karena kita tidak mau bersatu atau tidak mau dipersatukan
“... Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus; Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya ...'' (I Kor 12 : 12, 27). Jika Tuhan Yesus menyebut kita sebagai garam dunia, artinya senang atau tidak senang, kita memang harus mau dipersatukan.

Seperti kita tahu, bahwa garam terdiri dari 2 unsur yaitu : Natrium (Na) dan Chlorida (Cl). Kedua unsur ini adalah unsur utama yang membentuk garam. Bila unsur itu dipisahkan atau berdiri sendiri maka akan mengkontaminasikan suatu masakan, karena zat-zat itu ialah racun. Ini berarti, bahwa tanpa kita memiliki persatuan, kita akan menjadi racun bagi orang-orang di sekitar kita. Kita tidak akan menjadi berkat untuk mereka. Lebih parah lagi, kita akan menjadi batu sandungan bagi mereka. Dunia tahu, bahwa kita sebagai murid Kristus dapat menjadi garam, bila kita menjadi satu adanya. Sebagai dua unsur yang berbeda memang sulit untuk bersatu. Namun tak seharusnya perbedaan kita menghalangi persatuan dan kesatuan di dalam Kristus. Kita lebih merasa, denominasi kitalah yang paling hebat, atau doktrin kitalah yang paling benar sehingga kita tidak bisa membagikan nilai-nilai kehidupan yang Kristus telah ajarkan kepada dunia. Fungsi murid-murid Kristus sebagai garam dunia akan terlihat jelas, jika kita saling bersatu dan terjun ke dalam dunia untuk memberikan pengaruh dan nilai-nilai kekristenan.

2. Karena kita tidak menyadari dan ingat akan tujuan hidup kita
”....Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia...” (Kol 1 : 16). Garam itu bahan alami murni dan merupakan ciptaan Tuhan. Kita sebagai ciptaan Tuhan seringkali lupa untuk apa tujuan hidup kita di dunia ini. Kita diciptakan serupa dan segambar dengan-Nya.

Kehidupan kita sebagai umat Kristiani seringkali semakin merosot dan masih terpengaruh oleh hal-hal duniawi. Standar hidup Kristiani seperti kejujuran, pengampunan dan kasih, belum kita lakukan. Sementara itu, hal-hal baik tersebut mulai tercemar oleh dunia. Mungkin kita takut dan masih berpikiran apa nanti kata dunia (orang lain) dan bukan apa nanti kata Tuhan. Saat dunia menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan hidup, kita malahan ikut-ikutan dan lama kelamaan kita sudah keluar dari rencana dan tujuan awal penciptaan Tuhan dalam hidup kita. Akhirnya tujuan hidup kita tidak bisa menjadi berkat bagi orang lain terlebih untuk kemuliaan Tuhan. Sudahkan kita menjaga kemurnian hidup kita sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna?

3. Karena kita menganggap sepele karunia yang Tuhan berikan.
“...Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya...” (Mat 25 : 15). Karena keberadaan garam dalam kehidupan kita yang mudah didapat dengan harga yang terjangkau, bentuknya yang biasa dengan warna putih yang mungkin kurang menarik, seringkali kita menganggap rendah atau menyepelekannya. Padahal, tanpanya, seorang koki yang terkenal sekalipun tidak akan mampu mengolah masakan menjadi lezat. Kehidupan orang Kristen yang biasa-biasa saja tidak akan membawa dampak bagi orang lain. Bahkan, mungkin orang lain akan mengatakan, bahwa menjadi orang Kristen sama seperti orang dunia. Kita tidak menyadari karunia yang telah Tuhan berikan, padahal Tuhan sudah memberikan kita karunia dan talenta menurut kesanggupan kita.

Kita mungkin merasa hanya diberi 1 talenta lalu kita menjadi minder, karena melihat saudara-saudara kita mempunyai 5 talenta. Karena alasan itu, kita tidak mau ikut dalam pelayanan-pelayanan. Padahal, di balik talenta yang kita miliki itu, kita sebenarnya saling melengkapi satu sama lain. Dan keberhasilan sebuah pelayanan tak akan pernah dicapai secara one man show (melakukannya seorang diri).

Variasi dari pelayanan sangatlah banyak, karena setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda. Pelayanan juga tidak dibatasi hanya di lingkungan gereja. Kita dapat melakukannya dimana saja dengan berbagai macam cara sesuai kemampuan kita. Hanya dengan pemahaman seperti itu, barulah kesatuan tubuh Kristus dapat tercapai sehingga talenta kita dapat menjadi berkat bagi sesama dan kemuliaan Tuhan.

Dalam Alkitab ada beberapa tokoh yang gagal menjadi garam. Mereka adalah Saul dan Yudas Iskariot. Akhir hidup mereka sangat tragis dan menyedihkan. Inginkah kita menjadi “garam yang gagal”? Masihkah kita menjadi “garam” yang asin dan belum menjadi tawar? Maukah saya/saudara menjadi “garam” seperti yang Tuhan Yesus inginkan?

Saya percaya, kita semua, anak-anak Tuhan, dapat menjadi “garam” seperti yang Tuhan inginkan. Asalkan kita mau meminta pimpinan Roh Kudus dalam hidup kita, dan mau dipakai Tuhan sebagai alat-Nya maka percayalah Roh Kudus akan mengubah hidup kita, dari “garam yang gagal” menjadi “garam 100%” Selamat berjuang, Tuhan Yesus memberkati!

0 comments:

Post a Comment