Thursday, September 8, 2011

Beragam upaya dalam menghadapi narkoba

By: Pdt Jeffry Tambayong /ny22

Metode apa pun yang kita kembangkan untuk pengguna narkoba, hasilnya tidak maksimal. Pengrusakan syaraf-otak yang diakibatkannya sulit tertanggulangi. Cara yang paling tepat untuk sembuh adalah perjumpaan dengan Kristus.

Tanpa menyebutkan nama sebenarnya, saya kisahkan seorang ibu yang kini kami layani. Ia mengenal narkoba lewat orang asing di gereja, lalu ditawari mengedarkan barang haram ini. Karena didera kesulitan, baik untuk makan maupun biaya kontrak rumah yang sudah tertunda 4 bulan, ia pun menyanggupi.

Peristiwa yang terjadi 7 tahun yang lalu itu mengubah gaya hidup ibu ini dan keluarganya. Lewat bisnis narkoba, ia bisa berkunjung ke luar negeri. Tidak hanya itu, ia juga mendanai pendirian sebuah gereja dan aktif dalam pelayanan.

Kelanggengan usahanya ini ditopang oleh kedekatannya dengan sejumlah oknum aparat. Tiap ada operasi terhadap barang dagangannya tersebut, ia sudah diberitahu. “Mami, kami mau operasi, tiarap dulu,” begitu kata oknum yang rutin disambanginya.

Satu waktu, ia pernah menggunakan mobil jenazah dan iring-iringan duka untuk mengantarkan pesanan yang begitu mendesak.

BAYAR HARGA
Kini si ibu sudah bertobat dan tengah kami layani secara intensif. Tapi, harga yang ia bayar begitu mahal. Satu anaknya tertangkap karena menjadi bandar. Tiga yang lain meninggal karena overdosis. Sedangkan suaminya tengah mendekam dalam penjara.

Tidak hanya keluarga ini. Kami juga melayani 4 hamba Tuhan. Satu karena menjadi pengedar sedangkan tiga lainnya sebagai pemakai.

Memang barang haram ini begitu memikat. Ada sugesti yang begitu nikmat ketika menggunakannya. Sangat perlu dikaji kembali jika ada anggapan bahwa pengguna barang ini bisa memberi ‘rasa’ berbeda ketika membawa diri dekat dalam hadirat Tuhan.

Perlu saya tambahkan bahwa pernah dalam satu waktu dalam 3-4 bulan operasinya, satu daerah kepolisian menangkap pelaku narkoba yang hampir 90% beragama Kristen. Sungguh memilukan.

Dalam waktu satu tahun 15 ribu orang meninggal di Indonesia karena narkoba. Jumlah ini lebih banyak dari serangan teroris ke WTC di AS yang melibas kurang lebih 5000 jiwa.

Mengapa ini bisa terjadi? Alasan pertama adalah ekonomi. Rezeki hasil mengedarkan barang ini sungguh menggiurkan. Dengan menjadi kurir, imbalan yang diperoleh sangat besar. Apalagi bila resiko yang harus dihadapi sangat berat. Alasan kedua adalah kenikmatan hidup.

Perjumpaan dengan Kristus
Untuk pencegahan, perlu ditanamkan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan perbuatan dosa. Banyak orang beranggapan bahwa narkoba itu hanya kesalahan yang bisa diperbaiki.

Seorang yang menggunakan narkoba berarti merusak Bait Allah dalam tubuhnya. Dengan menggunakan narkoba, ia telah memandulkan dirinya dalam memuliakan Tuhan.

Metode apa pun yang kita kembangkan untuk pengguna narkoba hasilnya tidak akan maksimal. Pengrusakan syaraf-otak yang diakibatkan sulit tertanggulangi. Kalau jantung, hati, dan paru-paru bisa ditangani dengan pencangkokan, apakah syaraf dan otak juga bisa? Cara yang paling tepat untuk sembuh adalah perjumpaan dengan Kristus. Hanya ini yang bisa memulihkan.

Dalam pelaksanaannya, kita pun harus aktif dengan memberikan sumbangan tenaga dan pikiran. Pelaku narkoba selalu berpikir bahwa hidupnya tidak berharga lagi. Jadi, kalau ada keluarga atau lingkungan yang terkena narkoba, jangan menolak tetapi rangkul dan berikan pengampunan. Keluarga harus memahami faktor penyebab dan pendukung sebelum masalah berkembang lebih rumit.

Bagaimanapun pengampunan merupakan kunci penyelesaian kekalutan ini. “... Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia” (Luk. 17:3-4).

Dan tidak kalah penting adalah peran aktif gereja yang harus dikedepankan. Gereja tidak bisa hanya bersuara dari mimbar. Tetapi harus lebih melakukan beragam upaya dalam menghadapi narkoba.

Sumber: Majalah Bahana, Juni 2009

0 comments:

Post a Comment